Ini Rekam Jejaknya Ternyata Bukan Dokter Tarifnya Rp 5 Juta Pasutri Buka Praktik Aborsi Ilegal

Pasangan suami istri (pasutri) membuka praktik aborsi ilegal di wilayah Bekasi. Ternyata mereka bukanlah seorang dokter. Dalam menjalankan praktik ilegalnya itu, keduanya memasang tarif Rp 5 juta sekali aborsi.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan pasangan suami istri tersangka kasus aborsi ilegal, ST dan ER, bukan berprofesi sebagai dokter. Tersangka hanya belajar melakukan aborsi dari tempat dia bekerja sebelumnya. "ER ini sebagai pelaku yang melakukan tindakan aborsi. Dia tidak memiliki kompetensi sebagai tenaga kesehatan, apalagi jadi dokter," kata Yusri saat merilis kasus ini di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (10/2/2021).

Berdasarkan hasil penyelidikan, ER ternyata pernah bekerja di klinik aborsi di kawasan Tanjung Priok pada tahun 2000. Di tempat itu, ER bekerja selama empat tahun di bagian pembersihan jasad janin yang telah diaborsi. "Dari situ lah dia belajar untuk melakukan tindakan aborsi," ungkap Yusri.

Namun demikian, lanjut Yusri, ER hanya menerima permintaan aborsi dengan usia janin di bawah dua bulan atau sekitar delapan minggu. "Karena bagi dia usia (janin) di bawah delapan minggu itu mudah untuk dihilangkan atau dibuang buktinya karena bentuknya masih berupa gumpalan darah," ujar dia. Selain pasangan suami istri ST dan ER, polisi juga menangkap RS yang merupakan pasien aborsi ilegal.

Yusri mengatakan, tersangka ST dan ER mematok harga jutaan Rupiah untuk sekali melakukan praktik aborsi. "Tarifnya yang dia terima Rp 5 juta rupiah," kata Yusri. Namun, dalam melancarkan aksinya, tersangka juga memanfaatkan peran calo.

Bahkan, Yusri mengungkapkan calo tersebut mendapat keuntungan lebih besar dibandingkan ST dan ER. "Ada pembagiannya. Rp 5 juta si korban membayar. Rp 3 juta untuk calo dan Rp 2 juta untuk yang melakukan tindakan," ujar dia. Yusri menjelaskan, praktik aborsi ilegal yang dilakukan para tersangka tidak dilakukan di sebuah klinik, melainkan di kediaman ST dan ER.

"Kalau ini dia bentuk rumah pribadi, dan tidak ada sama sekali plang untuk melakukan praktik klinik," ujar dia. Ketiga tersangka memiliki peran masing masing. ST bertugas untuk mempromosikan, ER berperan sebagai eksekutor, sedangkan RS adalah orang yang melakukan aborsi.

Kepada polisi, ST dan ER mengaku sudah lima kali melakukan praktik aborsi ilegal di kediamannya. Namun, polisi akan terus mendalami kasus ini. Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain satu kantong plastik berisi jasad janin hasil aborsi, satu set alat vakum, tujuh botol air infus dan selang, serta, satu kotak obat perangsang aborsi. Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*